Selasa, Desember 23, 2008

Akad” Gayeh

Hari ini kami semua tertawa bahagia
Untuk harimu yang baru dimulai
Walau kamu lebih dulu, sahabatku

Dahulu kita saling punya
Saat ini punya itu datang yang asli
Aku tidak mau engkau melupa

Atas apa yang menimpa kita
Baik sendu dan riang biasa bersama
Tidak sedikit doa yang kita beri
Doa kita bahagia itu abadi

Selamat menempuh hidup baru
Sahabat – sahabatmu sejak dulu

Obrolan Rakyat

Ini sudah berganti ke brapa kali
Ibuku aja sudah menua
Aku pun kian masak

Janji masih sama
Bodohnya kami semua masih percaya
Toh tidak pernah ada yang berubah

Semua palsu!
Semua hanya untuk bahagia sendiri
Berpura - pura peduli
Tapi setelahnya tak terbukti

Kepada siapa kami harus yakin
Tua muda, bapak ibu tak ada beda
Biarlah suatu saat aku yang memimpin
Semoga tak hanya mimpi

Jumat, Desember 19, 2008

Mata Hari Haru


Seperti biasa pagi ini
Perjalanan banyak kilometer menyita waktu

Seperti biasa pagi ini
Mendung tidak, panaspun tidak

Seperti biasa pagi
Dalam bis kota selatan barat

Di tengah lamunan, duduk disamping
Lelaki baya membawa kotak
Berceloteh sendiri
Aku mendengar sayup- sayup
Aku sakit, aku harus pulang katanya

Beliau batuk sepanjang jalan
Aku tahu ia menahan sakit
Dari kemarin tidak pulang
Hanya untuk jualan

Ku coba lihat isi dompet
Oh sial ! Aku lupa ambil tunai
Menyesal kuberi seadanya
Hanya untuk membeli obat. "kataku"

Telah sampai tujuan, hari haru terus di dada

Sepi

Udara berhawa sejuk
Udara berhawa panas
Udara berhawa dingin
Buatku semua sama saja

Semua warna sama buatku
rasa pun tak ada beda
Kembalikan riangku

Rindu

aku lupa ini sudah hari ke berapa ribu
Semenjak hari itu
Aku tidak pernah bertemu

Cerita terus kutanam
Tapi tak pernah kusiram
Apalagi ku beri pupuk
Aku takut akan subur
Aku sungguh tak sanggup

Ini hilang besar
Buatku cuma satu
Kenapa lenyap secepat itu

Ini kenyataan
Ini buka permainan
Kasihku mendahului

Tuan Bedil

Kalau bisa memilih, aku pastikan pilihanku tepat
Sudah menahun aku berbuat
Ini bukan hukumku
Aku hanya melanjutkan
Semua perintah

Sejauh ini aku tak bisa membela
Mana dosa dan mana perintah
Sekali lagi aku hanya menjalankan
Serba dilematis

Nyanyiku untuk yang maha adil

Hiasan Jalan

Hari kembali pagi
Aku sudah siap pergi
Membawa karung makanku
Tak lupa tangkai besiku

Aku sudah siap
Hujan tidak masalah buatku
Apalagi terik, itu sudah biasa

aku sudah siap
mengais untuk pencernaaku
Melangkah seribu bukan karena takut
Tetapi mereka tak mengerti

Aku sudah siap
Untuk tidak meratap
Esa itu adil

Selasa, Desember 16, 2008

Ditunggu waktu

Sudah terlambat
Keterlaluan!
Waktuku kian habis

Sang utusan telah datang
Syukur belum terucap
Pujian tak tercetus
Penanda akan kembali

Ampuni khilafku
Doaku penyesalanku

Date ; Jumat Subuh, 27 April

Dalam peperangan medis yang tak kunjung usai
Berusaha menahan perihnya anugerah yang datang
Berpeluh dalam perjuangan
Setumpuk harapan dalam nafas yang tersenggal
Mati setelahnya bahkan tak terbayang
Jiwa dan raga disumbangsihkan
Somoga kelak tiada kedurhakaan

Kosong

Disebuah lapangna mega, di tengah-tengah kerumunan, dalam ruang tersekat, dalam keriangan, dalam kesedihan, dalam tidur lelap, dalam kemasyuran, dalam cinta, dalam kemuliaan, dalam berbicara, dalam berjalan, dalam duduk, dalam termenung, dalam tersenyum, dalam tertawa, dalam berlari, dalam sakit, dalam kemiskinan, dalam kemewahan.

Entah Kenapa Hari Ini

Berdiri di ketinggian, kulihat kebawah jalanan tampak ramai. Kendaraan dan manusia lalu lalang. Kulihat keatas, kutatap langit sangat cerah. Panasnya matahari merasuki. Di kejauhan tampak lautan biru begitu indah.

Teringat masa sekolah dulu. Masa remaja kuhabiskan dengan bahagia.

Di ketinggian dalan ruangan lantai sembilan sebuah perkantoran. Aku melihat luar. Awang- awang dulu terus kuingat. Karena itu membahagiakan.


Kantorku, 17 Des 08

Keji

Tiga pemuda dengan langkah gontai lunglai
Terisak menahan sakit
Berusaha mengingat kejadian siang tadi
Teringat senapa yang membidik
Terkenang darah yang menggenang

Terbaca terucap kami tak bersalah
Kami tameng fitnahan
Percayalah!

Serdadu berpaling muka
Siksaan kembali diterima

” T ” Dan Aku

Di tengah lintas galau
Antara kau dan aku
Di kekosongan
Antara kau dan aku
Dalam semangat
Antara kau dan aku
Ditebalnya rasa
Antara kau dan aku

Di suasana takut dan mencekam
Antara kau dan aku
Dalam tekad bulat
Antara kau dan aku
Dalam cita-cita
Antara kau dan aku

Dalam marah yang selalu menjadikan peran utamanya adalah kau dan aku
Dalam janji untuk saling cinta dan membenci
Lalu kembali utuh lagi
Antara kau dan aku

Bukan pemberontakan kita melawan nasib
Kita buka pelawan
Kita hanya ikut alur
Singkat cerita atau panjang , tak jadi soal

Pulang

Dalam perjalanan menuju rumah
Tak sabar rasanya aku ingin bertemu ibu
Rindu rasa dengan keluarga
Makanan khas Minangkabau yang aku takut membayangkan, takut karena tidak kuat menahan lapar

Dalam perjalanan menuju rumah
Teringat kecilku sangat seru
Cuma aku yang bisa rasa
Waktu itu kurang tak jadi soal

Dalam perjalanan yang hampir sampai
Kubawa pulang harapan itu
Membuat senang semua

Dalam sambutan haru
Kepada tanah airku aku kembali
Memang disini aku mengabdi
Untuk moyangku

Gitar Rakyat

Kami naik bis kota
Keringat ini harmoniku
Gitar butut ini hanya pelengkap

Coba dengar alunan kami
Memang tidak semerdu aslinya
Tapi kami orisinil
Tidak ada pembungkus

Dari melodi sampai ke hati
Semoga Tuan dan Nyonya mendengar merdu

Kuat

Menyesal rasanya jadi dewasa
Tahu begini aku tidak ingin tumbuh
Tahu begini aku tidak perlu lahir
Siapa sanggup jadi aku

Semua pepatah telah terjadi
Memohon bersama nafas yang tersendat
Tapi belum kudapat

Merenung untuk berkaca
Ternyata semua indah
Hebatku pasti ada, tapi belum saatnya
Atau mungkin belum kusadari
Usaha dan doaku beriringan

Garis Besi

Kita bau, bau sendiri
Satu makan untuk semua
Satu ruang dua puluh lima

Kata siapa ini takdir
Aku tidak gentar karena getir
Ini bukan kutukan
Ini harus kutebus

Khilafku aku yang tanggung
Dengan kaki dan genggaman kurusku
Di luar kelak berharap jadi priyayi

Kopi Ayahanda

Senyum itu, kini jadi senyumku
Tulus itu, kini jadi tulusku
Bakat itu, kini jadi bakatku
Santun itu, kini jadi santunku
Marah itu, kini jadi marahku
Tawa itu, kini jadi tawaku

Tunggu, ada yang aku punya tetapi bukan darimu.
Tamggung jawabku
Aku memaafkanmu

Kepada Sang Pemimpin

Kami rakyat jelata
Ingin mengadu sesuatu
Kami tahu engkau tahu
Kami yakin engkau rasa
Kami percaya engkau lihat

Kami rakyat jelata
Ingin mengadu sesuatu
Perut kami keroncongan sangat merdu
Pakaian kami compang-camping sangat indah
Anak kami tidak sekolah
Kami tidak bekerja

Kami rakyat jelata
Ingin berbisik sesuatu
Tapi jangan bilang siapapun
Engkau harus janji
Huuuuussss...” Maukah kau jadi pengganti kami ”

Jeng

Hari in make upku tebal
Hari ini gaunku seksi
Aku merasa sangat cantik

Mmmmm...dimana kekasih tampanku
Kekasih yang lupa rupa asliku
Lupa karena tebalnya isi dompetku

Senin, Desember 15, 2008

Namaku Ego

Aku terlahir karena nafsu
Aku terlahir karena lapar
Aku terlahir karena haus
Aku terlahir kaerna marah
Aku terlahir karena dengki
Aku terlahir karena sombong
Aku terlahir karena kekuasaan
Aku terlahir karena malu
Perkenalkan,namaku Ego

Minggu, Desember 14, 2008

Ir, Dr, SE, SH, Triple ”S”

Ada nilai = Membaca
Ada nilai = Berhitung
Ada nilai = Menghafal
Ada nilai = Buku
Ada nilai = Pena
Ada nilai = Bekal roti isi
Ada nilai = Sarapan
Ada nilai = Diskusi
Tak Ternilai= PENGALAMAN

Pena, Komputer dan Deadline

Setumpuk kekujuran dan tulus,segerbong kemunafikan, sebongkah pejilatan, segenggam obsesi, sepiring haeapan, secawa kemalasan, segelas kebodohan, setitik keberuntungan.

Rabu 6 Juni, 60 menit detik ke 6

Tersudut dalam satu ruangan, bertemu di kemasgulan,tak ada yang tahu, tak ada saling mengenal, bertaut dalam keterasingan, berpeluh dalam nafas berdebu, terengah, bertarung tanpa ketulusan, tanpa penyesalan.
Sudah terbiasa Sang Prima dan Sang Dona dalam kehampaan, frustasi dalam iringan, rasa sakityang tak kunjung usai, hingga berakhir pada dendam dan seteguk kesesatan.

Pagi

05.30 pagi Bersiap mandi
Nikmatnya setanggkap roti dan secangkir kopi panas
Tak lupa jas kulit dan kemeja berdasi
Aku tidak mau rejekiku dimakan ayam
Itu kata orang tua dulu
Semangatku tak kenal pilu

Lamunan Cyntia

Hari yang sibuk
Kemana kacaku?
Wajahku kian cantik
Menurutku

Jika kuingat yang lalu
Mungkin aku tidak seperti sekarang
Sudahlah, kujalani saja

Untungnya aku punya bibit
Yang dapat mengusir kesepianku
Aku juga punya cinta , tapi bukan sejatiku

”Mutiara nya” Fina

Oh, heningnya obrolan ini
Sungguh membosankan!
Hanya makan, terbahak dan menghisap tembakau
Lalu pergi dan sibuk sendiri dengan kaki masing-masing

Aku ingin pergi juga
Ada apa di luar sana?
Wow...mengangumkan!ini dia yang aku nantikan
Ha ha ha, la la la, na na na

Sakit, sakit, gila !!! Semua gila !
Kuhadapi sendiri, tak ada yang peduli
Menoleh pun tidak, hanya tertawa mencibir
Basa-basi lalu pergi

Ampun, ampun Tuhanku
Aku kembali, bukakan pintu untukku
Aku tak peduli semuanya
Aku hanya ingin bersamamu
Terima aku dengan ikhlasmu

Luka

Tengah bulan dalam gerhana
Duduk di tengah perapian
Sobek sudah perasaan
Kuambil jarum tapi tak ada benang
Kutempel tapi tak ada perekat

Tertidurku dalam getir
Terbangun untuk tersayat
Berdiri lalu lunglai
Menepi dalam gelap

Menyesal rasa kini
Andai tahu, semua tak diberi
Dari awal sudah merasa
Tapi aku terlanjur bodoh
Kini menunggu semua pulih

Sabtu, Desember 13, 2008

Bohong

Kanan atau kiriku
Ayo arahkanku
Aku takut
Aku takut
Aku malu
Aku malu
Tapi tunggu!
Di mana tiangku
Dimana penopangku
Semua percaya
Ada yang pergi
Wow...ada yang tertidur
Ada yang terhanyut
Ada yang tertipu,tersenyum,marah,terbahak,terbuai
Cepat-cepat cari rangkaku
Rangkaku yang sejak dulu tak bersamaku
Bahwa lidahku, lidahmu tak bertulang

Untuk Sang Pekerja

Dalam perjalanan
Telusuri padat dan penat
Merasa tak berpeluh agar tetap tersenyum
Tetap berdiri di sesaknya transportasi yang tekadang mematikan
Sesaat teringat sang cantik di rumah,sang lucu dalam lamunan


Apa daya...
tak kulakukan maka tak makan,
tak kujalani maka tak ada kata tuan
Sosokku kelak dapat diandalkan
Oh.... sang penerus

Sang Dona

Di benakku ada janjimu
Dalam poriku ada jejakmu
Dalam khayal terselubungku ada nadimu
Di ketinggian ku doakan
Dalam pelukan sang semesta air mata juga tertetes


Kurasa perih itu
Kurasa sepi itu
Kurasa jeritan maya mu
Aku pergi tidak kemana
Aku pergi untuk bertemu mu
Suatu hari di saat sang khalik jemu

Namaku Prima

Aku sang tesohohor
Aku sang tampan
Aku sang dermawan
Aku sang dipuja
Relung hati tak terbaca


Mimpi ku tak ada
Nafasku sesak dalam ruh ku
Pedihku terus berdesakan
Tak ada bisa menghibur
Kembalikan
Kembalikan
Kembalikan semangat hidupku

Marah

Waktuku sudah banyak terbuang
Kelalaian yang berawal dari tidak ikhlasnya terima suatu kenyataan
Panasnya bara pun dikalahkan
Tak ada persaingan
Air hanya dijadikan pedoman
Kepala kian teracuhkan
Semua alasan
Bukan juga ungkapan


Dalam tidak tersadar
Segala cara di berlakukan
Nyawa seribu tak lagi mahal
Peka rasa tersingkirkan
Asal kehendak dapat tersalurkan

Kurang Dari

Satu tak pernah usai
Satu tak pernah habis
Satu tak pernah puas
Satu tak pernah cukup


Setelah usai tak pernah satu
Setelah habis tak pernah satu
Setelah puas tak pernah satu
Setelah cukup tak pernah satu


Untuk belenggu dalam tuntutan

Dear yellow...


Dear yellow..
Aku adalah sang kelabu,dahulu aku adalah sang putih,lalu mereka mengenalku sebagai sang biru.dan hari ini aku adalah sang kelabu. Kuharap engkau masih bisa dan masih mau untuk mengenalku atau hanya sekedar mengingatku.
Dear yellow..
Yang kuingat tentang mu adalah pancaran eksklusifitas kecerian, kepedihan yang teramat megah yang kau tutupi dalam semilyar senyum nan menawan.Oh,sang yellow sungguh aku berada dalam cawan rindu yang teramat dalam.
Dear yellow..
Maaf kalau aku baru bisa melukis kata setelah sekian lama kita dalam keheningan yang bertolak belakang.Ceritaku pasti seperti biasanya,tidak ada yang utama dan terkadang terasa sangat membosankan.
Dear yellow..
Menurutmu,apakah setiap harfiah itu punya nurani,apakah setiap harfiah punya jiwa yang meng-insani,apakah semua harfiah itu bebas mencari semu nya kelangkaan hati dan dan ambigu hidup yang cenderung tidak berarti.
Dear yellow..
Ketika menjadi putih dulu,aku tidak mengenal hitam.Ketika menjadi biru dulu, aku tidak mengenal jingga, dan ketika menjadi kelabu dulu aku dapat mengenal pelangi.bukan kulihat tapi kurasa.
Dear yellow..
Dalam rasaku aku dapat menghirup aroma bunga dan semilir angin syuga.Dalam rasaku sebagian yang lain aku dapat menghirup wewangian emosi yang sangat menyengat indra penciumanku, aku dapat menghirup kesemerbakan kecerobohan dan egoisme yang benar alami.oh…sungguh insan yang paling murni.
Dear yellow..
Suatu hari kutanya pada Yang Esa, “ apa ini yang disebut perjalanan sebelum aku tahu siapa engkau wahai Yang Esa “?. ‘’Apa ini isi dari karyamu’’? Karya peralihan dari Adam dan Hawamu?Dan Yang Esa tidak menjawab..tidak dengan bisikan sekalipun!!!
Dear yellow..
Jawaban terus kupikirkan sendiri,mandiri untuk mencari jawaban dari pertanyaan bodohku untuk Yang Esa.Hariku lelah mencari jawaban,masa ku sebagian hilang, nyaris lunglai tenggelam dalam pertanyaan.
Dear Yellow..
Rasanya aku ingin tertawa sekencangnya,teriak dan bersorak yang jauh dari merdunya suara sang primadona.hahaha..Apakah kau tau jawaban itu? Jawabannya ada dalam sanubarimu,sanubariku,sanubari setiap hakiki. Di sepanjang perjalanan sampai tidak ada nadir sebagai sang penyetir.

Jakarta Cerah, 31 Oct 2008